- OpiniMenghamba Melalui Kesalehan Etika, Ritual dan Sosial
- WartaPelarian Albert Einstein dari Pembunuhan Nazi
- OpiniRuntuhnya Moral Religiusitas Orang Terkenal
- FilsafatMazhab Kaum Sofis (Sufastaiyyah)
- WartaUsulan Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman Memperpendek Jam Puasa Selama bulan Ramadan, Tuai Perdebatan

Mazhab Kaum Sofis (Sufastaiyyah)
Perkembangan tradisi keilmuan Islam pada abad ke-3 H melalui pendirian Khazain al-Hikmah berupa perpustakaan pribadi Ja’far al-Manṣûr yang diperluas pada masa Al-Mahdî sebagai Bait al-Hikmah menandai penerimaan atau setidaknya pengaruh berbagai aliran filsafat Yunanî (falsafah al-Yunân) sebagai bagian panjang diskursus epistemologi Islam. Pengaruh filsafat Yunani tidak hanya terbatas pada aliran peripatetik (masyâiyyah) yang ditandai penerjemahan bagian-bagian Organon karya Aristoteles melalui peran para patriakh gereja Byzantium ran Antokhia yang meneruskan tradisi filsafat Aristoteles dari Alexandria yang kemudian berkembang dalam Islam menjadi aliran filsafat peripatetik Islam melalui peran Abû Ishâq al-Kindî, Al-Farâbî, Ibn Sînâ, etc., tetapi juga berbagai aliran filsafat Yunani yang cukup mendapat perhatian di kalangan sejarawan (muarrikh) dan teolog (mutakallimin) antaranya ialah aliran filsafat Sufastaiyyah.
Kata Sufastaiyyah merupakan bentuk Arabisasi (i’râb) dari kata Sofis dimana akat kata ini serupa dengan kata Sofia (σοφία) yang berarti hikmah. Para Sofis disebut sebagai sophistēs (σοφιστής) yang berarti sekumpulan orang-orang bijaksana. Para Sofis muncul sekitar abad ke-5 S.M. di Yunani terutama di kota Athena.
Sofis merupakan gerakan orang-orang terpelajar yang berpengaruh besar dalam pengajaran akademik terutama menyangkut pengajaran berbagai disiplin pengetahuan seperti filsafat, etika, fisika, matematika, etc. Tokoh terawal di dalam gerakan Sofis adalah Protagoras, lalu diikuti oleh Gorgias, Thrasymachus, Lykophron, etc. Para aristokrat, senator dan penduduk Athena melibatkan kalangan Sofis untuk mengajarkan etika dan politik dan berbagai subjek disiplin ilmu yang terkait praktik kekuasaan.
Doktrin utama para Sofis terkait erat dengan filsafat pengetahuan. Para Sofis cenderung menganggap pengetahuan bersifat subjektif dan intersubjektif dan atas alasan itu pengetahuan tentang suatu objek tidak bersifat absolut dan pasti. Para sofis menganggap bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk menafsirkan dan memahami pengetahuan sebagai suatu bentuk kebenaran yang bersifat arbitrer tanpa perlu bergantung pada suatu otoritas atau epistemologi tertentu. Pada tahap ini para Sofis menganggap bahwa pengetahuan yang bersifat ideal dan obyektif sebagai pengetahuan positif tidak berlaku dan sebab itu sebagaimana Hans Gadamer bahwa setiap orang dapat mencapai pengetahuan melalui jalan dialektika tanpa perlu bergantung pada disiplin pengetahuan tertentu dimana terdapat landasan ilmiah dan otoritas pengetahuan yang bersifat memaksa dan berlebihan untuk mengesankan sifat adikuasa sebagai sarana untuk mencapai kebenaran sejati yang justru hanyalah ilusi semata.
Pengaruh Sofisme dalam filsafat Islam dan gerakannya berpengaruh terhadap tradisi keilmuan Islam melalui perdebatan terbuka yang diselenggarakan oleh para khalifah dinasti ‘Abbasiyah dengan mempertemukan berbagai aliran pemikiran dan agama dalam mendiskusikan berbagai topik pemikiran. Para teolog Muslim mulai mengenal keberadaan para Sofis dari perdebatan-perdebatan terbuka tersebut. Para teolog Muslim (mutakallimîn) menyebut bahwa para Sofis bersikap skeptis terhadap pengetahuan.
Pandangan para Sofis yang meragukan pengetahuan dipandang dapat membahayakan keyakinan umat Islam yang dibangun atas epistemologi akidah atau keimanan yang bersandar pada pengetahuan kewahyuan. Konsep keraguan terhadap pengetahuan tampak terlihat dari perspektif para pemikir Islam dari abad ke-2 H. seperti Ibn al-Muqaffa’ dan Ṣalih b. ‘Abdul Quddus yang didasari tujuan menggantikan doktrin akidah Islam yang dibangun atas dasar primasi epistemologi kewahyuan dengan pendekatan rasional dan metode ilmiah (Franz Rosenthal, Knowledge Triumphant, 2007, p. 313).

Abû Manṣûr al-Maturîdî dalam Kitâb At-Tawhîd mencatat secara mendasar pandangan para Sofis yang mengingkari kebenaran pengetahuan dengan menganggap pengetahuan hanyalah bersifat persepsi belaka yang timbul dari pengalaman manusia sehari-hari dan bukan sesuatu yang bersifat pasti. Al-Maturîdî membantah pandangan ini dengan menyebut bahwa penafian para Sofis itu sendiri tidak rasional sebab mereka mengingkari sesuatu yang bersifat alamiah (ḍarûrî) yang kepastiannya tidak membutuhkan pembuktian, seperti pengalaman yang dialami indera manusia dalam pengecapan sensasi motorik, sehingga apa yang dirasakan merupakan pengetahuan itu sendiri.
Hal itu mengarah pada kesimpulan bahwa pandangan para Sofis sendiri tidak berdasar sebab ia juga merupakan pengetahuan, sehingga penyangkalan terhadap pengetahuan yang bersifat afirmatif berkonsekuensi pada penafian terhadap pengetahuan yang bersifat penyisihan itu sendiri. Lebih lanjut Al-Maturidî juga membantah penegasian kalangan Sufastaiyyah terhadap pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan inderawi, dimana Al-Maturîdî menyebut bahwa indera hanyalah sarana atau alat, dimana kesimpulan yang dicapai oleh setiap orang atas objek pengetahuan itu melalui penginderaan akan serupa dan perbedaan yang timbul dari indrawi bukan sesuatu yang bersifat bawaan pada indera tapi disebabkan aspek keadaan.
Al-Îjî juga menyimpulkan bahwa klaim keraguan atas pengetahuan yang dibuat para Sofis bersifat paradoks disebabkan ia juga dibangun atas dasar keraguan. Ibrâhîm Al- Al-Halâbî dalam Silk al-Nizhâm menyebut kelompok Sufastaiyyah terdiri atas golongan Al-Lâ Adriyah yaitu mereka yang berpandangan bahwa keraguan mereka ditujukan terhadap fenomena dengan sesuatu yang bersifat ilusif (fatamorgana), Al-Anâdiyah yaitu golongan yang berpendapat bahwa setiap pengetahuan proporsi-proporsi dari al-Badîhiyah dan al-Nazhariyah selalu saja terdapat penegasian dan lawan sepertinya, Al-‘Indiyah yang menganut keberagaman kebenaran (pluralisme) dimana setiap pihak memegang kebenaran yang bersifat analogis (qiyâsî), sehingga pada nafs al-amr (realitas) tidak ada sesuatu kebenaran.
Kendati pandangan para Sofis kerap bertentangan dengan para teolog, tetapi terdapat keterkaitan epistemologis di antara keduanya. Para Sofis dan teolog Muslim berpegang pada nilai-nilai kebenaran dari penalaran logis yang didasarkan pad serangkaian premis dalam konteks kehidupan. Para Sofis meyakini aksioma merupakan dasar utama moralitas bagi suatu masyarakat. []
Penulis: Syamsul Idul Adha, Akademisi Islam di UIN Ar Raniry Banda Aceh.
Redaksi
24 Mei 2025
Sejak dulu otoritas Syuriah sebagai penentu kebijakan perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan arah organisasi para ulama ini, bahkan lebih jauh arahannya ditunggu jamaah NU, dan bahkan pandangan terkait dengan dinamika politik Nasional isyaratnya sangat menentukan peta NU. Otoritas Syuriah dalam wajah perkumpulan NU dipandang memiliki kekuatan khusus dari intelektual …
Redaksi
21 Mei 2025
Bulan Dzulhijjah merupakan penanda adanya bulan Haji, untuk itu kaum muslimin dari kalangan yang mampu (istatho’a), baik mampu secara fisik, syariat dan finansial, di bulan haji mereka antusias berbondong-bondong untuk menunaikan rukun Islam ke-5 tersebut, tak terkecuali umat Islam di Indonesia, hatta jauh-jauh hari mereka menabung uang untuk beribadah haji ke tanah suci Makkah Arab …
Redaksi
10 Apr 2025
Empat dekade bukan sekadar hitungan usia. Bagi Lakpesdam NU, ini adalah cermin perjalanan panjang, dari sekadar pelengkap struktural menjadi nadi peradaban, dari ruang-ruang diskusi hingga menyentuh denyut masyarakat. Sebagai bagian dari keluarga besar Lakpesdam, saya merasa terpanggil untuk merefleksikan titik ini, adalah sebuah momentum penting dalam upaya menegaskan kembali posisi Lakpesdam sebagai Badan Perencanaan Strategis …
admin
21 Mar 2025
Kemandirian adalah kemampuan seseorang, komunitas, masyarakat, organisasi, lembaga, instansi atau negara untuk mengatur diri sendiri, membuat kebijakan, keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan, dan mengambil tindakan tanpa bergantung pada pihak lain. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola diri sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri, dan mengembangkan potensi diri sendiri (sdm maupun sda), sarana dan prasarana dalam …
admin
19 Mar 2025
Kemandirian adalah kemampuan seorang individu, masyarakat, organisasi, lembaga, instansi, komunitas, dan atau institusi negara untuk mengatur diri sendiri, membuat kebijakan, keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan, dan mengambil tindakan tanpa bergantung pada pihak lain. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola diri sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri, dan mengembangkan potensi diri sendiri (baca; sumber daya manusia …
admin
18 Mar 2025
Ramadan adalah bulan diturunkan Al-Quran atau Nuzulul Quran, ayat pertama kali turun adalah “Iqra” atau membaca, ayat ini terdapat dalam permulaan surat Al-’Alaq, surat yang diturunkan pertama kali di Mekah kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu apa yang harus dibaca ( maa ana bi qari) ? yang harus dibaca adalah pencipta (Khaliq) dan ciptaan (makhluk). اقْرَأْ …
15 Mar 2025 149 views
Pada bulan September 1933, sebuah gubuk kayu sederhana di padang rumput Norfolk daerah terpencil daerah seremonial di Inggris, terletak di Anglia Timur dan secara resmi merupakan bagian dari wilayah Inggris Timur. Ini menjadi lokasi yang tak mungkin bagi salah satu tempat persembunyian terpenting dalam sejarah seorang fisikawan terkemuka,Albert Einstein. Hampir satu abad kemudian, kisah yang …
10 Mar 2025 114 views
Suatu penelitian dianggap ilmiah jika memenuhi standar pengujian yang berbasis pada pengamatan. Sayangnya, ilmuan Barat selalu menganggap aktivitas pengamatan identik dengan ‘pengamatan indrawi’ yang berakar pada filsafat empirisme David Hume atau John Locke. Alhasil, apa yang dianggap ilmiah saat ini adalah hasil dari rumusan para filsuf dan saintis di abad-abad revolusi sains di Eropa pada abad …
18 Mar 2025 234 views
Ramadan adalah bulan diturunkan Al-Quran atau Nuzulul Quran, ayat pertama kali turun adalah “Iqra” atau membaca, ayat ini terdapat dalam permulaan surat Al-’Alaq, surat yang diturunkan pertama kali di Mekah kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu apa yang harus dibaca ( maa ana bi qari) ? yang harus dibaca adalah pencipta (Khaliq) dan ciptaan (makhluk). اقْرَأْ …
10 Mar 2025 125 views
Ada sejumlah sarjana barat menyebutkan bahwa partisipasi politik kelompok Islam dalam demokrasi merupakan konsep asing yang tak mungkin bisa dipraktikan. Mereka beranggapan ada afiliasi kuat yang tidak mungkin dipisahkan antara hubungan poltik dan agama. Kasarnya, ini bisa dikatakan demokrasi tidak cocok dalam masyarakat Islam. Pendapat tersebut saya kira keliru. Jika dialamatkan pada wajah Muslim di …
24 Mei 2025 111 views
Sejak dulu otoritas Syuriah sebagai penentu kebijakan perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan arah organisasi para ulama ini, bahkan lebih jauh arahannya ditunggu jamaah NU, dan bahkan pandangan terkait dengan dinamika politik Nasional isyaratnya sangat menentukan peta NU. Otoritas Syuriah dalam wajah perkumpulan NU dipandang memiliki kekuatan khusus dari intelektual …
21 Mei 2025 89 views
Bulan Dzulhijjah merupakan penanda adanya bulan Haji, untuk itu kaum muslimin dari kalangan yang mampu (istatho’a), baik mampu secara fisik, syariat dan finansial, di bulan haji mereka antusias berbondong-bondong untuk menunaikan rukun Islam ke-5 tersebut, tak terkecuali umat Islam di Indonesia, hatta jauh-jauh hari mereka menabung uang untuk beribadah haji ke tanah suci Makkah Arab …
10 Mar 2025 143 views
Sepintas diskursus mengenai Islam dan Islamisme tidak ada paradoks ketika memahami dua makna terminologi ini. Secara pikiran sederhana tidak ada perbedaan, Islam dan Islamisme seperti jenis gambar mata uang yang sama. Namun, kalau kita telisik membaca sumber-sumber klasik islam maupun terminologi pandangan para sarjana modern secara cermat, pemahaman Islam dan Islamisme sangat berbeda. Meminjam bahasa Bassam …
Comments are not available at the moment.