Home » Opini » Belajar dari Sejarah, Kepemimpinan Ulama dan Arah Perbaikan Konstitusi

Belajar dari Sejarah, Kepemimpinan Ulama dan Arah Perbaikan Konstitusi

Redaksi 23 Nov 2025 18

Kemelut yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada masa sekarang tahun 2025, bukanlah peristiwa pertama dalam sejarah perjalanan organisasi ini. NU sebagai organisasi sosial-keagamaan terbesar di Indonesia dengan ratusan jutaan warga dan ribuan pesantren tentu tidak luput dari dinamika internal, perbedaan pendapat, atau ketegangan antar-elitis. Dalam organisasi besar, gesekan adalah sesuatu yang wajar. Yang membedakan antara organisasi matang dan rapuh bukanlah ada atau tidaknya konflik, melainkan bagaimana konflik diolah menjadi proses kematangan kelembagaan dan pembelajaran sejarah.

Di tengah perdebatan seputar legitimasi kepemimpinan, tuntutan agar forum tertinggi organisasi kembali dibuka, serta seruan agar transparansi dan akuntabilitas dijalankan, warga NU membutuhkan rujukan yang kuat dari nilai dan tradisi peradaban ulama pendiri, bukan sekadar dari dinamika politik sesaat. Karena itu, langkah paling bijak adalah kembali membaca warisan pemikiran dan keteladanan diantaranya para tokoh utama yang membentuk identitas NU : KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

  1. KH. Hasyim Asy’ari

Fondasi Pesantren dan Khittah Musyawarah.

  1. Hasyim Asy’ari membangun NU di atas dua pilar : pesantren sebagai basis legitimasi moral dan musyawarah sebagai cara penyelesaian perbedaan. Beliau memahami bahwa organisasi hanya akan kuat apabila berdiri di atas prinsip kolektif, bukan pada kekuatan figur tunggal. NU sejak awal bukan organisasi tokoh, tetapi organisasi ulama, dengan struktur jam’iyyah yang mengedepankan kebersamaan, adab dan kesepakatan.

Spirit ini tercermin dari proses pendirian NU melalui Bahtsul Masail dan kumpulan ulama yang duduk bersama berhari-hari sebelum organisasi lahir secara resmi. Musyawarah adalah nafas awal NU, bukan sekadar prosedur formal. Karena itu, setiap konflik internal harus dikembalikan ke prinsip tersebut.

Pelajaran penting dari KH. Hasyim Asy’ari :

– Kekuatan NU terletak pada basis, bukan pusat.

– Musyawarah adalah jalan konstitusional meredakan konflik.

– Menjaga martabat organisasi lebih penting daripada memperjuangkan kepentingan kelompok.

  1. KH. Wahid Hasyim 

Etika Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Publik.

  1. Wahid Hasyim mengajarkan bahwa pemimpin NU harus memiliki dua legitimasi sekaligus : legitimasi moral dari ulama dan legitimasi sosial dari masyarakat luas. Beliau memainkan peran strategis dalam pembentukan dasar negara, memperlihatkan bahwa pemimpin NU bukan hanya mengurus internal organisasi, tetapi juga menjaga marwah publik.

Ketika legitimasi moral pemimpin melemah, ketika kepercayaan publik merosot, atau ketika komunikasi internal tidak efektif, maka mekanisme evaluasi kepemimpinan harus dibuka secara jujur dan terbuka. Karena dalam tradisi ulama, jabatan bukan kehormatan pribadi, melainkan amanah publik yang harus selalu siap dievaluasi.

Pelajaran penting dari KH. Wahid Hasyim :

– Kepemimpinan bukan sekadar soal “siapa menjabat”, tetapi “bagaimana amanah dijaga.”

– Evaluasi terbuka dan mekanisme formal adalah bagian dari etika organisasi, bukan ancaman.

  1. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pluralitas dan Demokrasi Internal.

Gus Dur membawa NU memasuki era baru : era demokratisasi internal dan keterbukaan berpikir. Ia menegaskan bahwa konflik harus diselesaikan melalui dialog, bukan mobilisasi massa atau tekanan kekuatan. Ia juga menunjukkan keberanian untuk menempatkan organisasi di atas kepentingan politik jangka pendek.

Pelajaran utama dari Gus Dur adalah konsistensi pada prinsip :

– NU harus menjadi ruang dialog yang luas, bukan ruang yang membungkam perbedaan.

– Penyelesaian konflik harus mengedepankan institusi organisasi, terutama forum tertinggi Muktamar.

– Kritik adalah bagian dari kecintaan, bukan ancaman bagi bangunan organisasi.

Dengan prinsip ini, kita dapat memahami bahwa seruan sebagian kelompok untuk membuka mekanisme evaluasi organisasi, memanggil forum musyawarah besar, atau bahkan mempertimbangkan Muktamar Luar Biasa jika syarat konstitusional terpenuhi, tidak perlu dipandang sebagai ancaman, tetapi justru sebagai jalan mulia mempertahankan kehormatan organisasi.

Langkah Solutif Untuk Menyikapi Kemelut PBNU

Berdasarkan pelajaran dari ketiga tokoh tersebut, kemelut PBNU saat ini dapat disikapi dengan langkah-langkah berikut :

  1. Prioritaskan Dialog Internal Yang Setara.

Forum Mustasyar, Syuriah, Tanfidziyah dan tokoh pesantren harus dipertemukan dalam meja musyawarah yang transparan.

  1. Aktifkan Mekanisme Konstitusional/ Qanun Asasi/AD/RT/Perkum.

Jika musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, forum tertinggi organisasi harus dibuka : Musyawarah Besar atau Muktamar/Muktamar Luar Biasa.

  1. Perkuat Basis Organisasi.

Ranting dan pesantren harus kembali menjadi sumber legitimasi utama suara organisasi.

  1. Transparansi Dan Audit Publik.

Kelola isu keuangan, kebijakan, dan kolaborasi eksternal secara terbuka untuk mengurangi ruang prasangka.

  1. Jaga Retorika Publik.

Tidak perlu memperuncing keadaan melalui pernyataan yang menyinggung pihak lain.

  1. Fokus Pada Khidmah.

NU akan tetap kuat selama masyarakat melihat kebermanfaatannya langsung, bukan kekuatan elit pusatnya.

Ala kulli hal, kemelut PBNU bukan akhir segalanya, tetapi fase pendewasaan organisasi. NU telah melewati dinamika jauh lebih berat pada masa perumusan khittah, masa perpecahan politik, hingga masa reformasi. Dan NU selalu bertahan, karena memegang prinsip : Musyawarah, Adab, Khidmah dan  Ketulusan Ulama.Jika prinsip ini kembali ditegakkan, NU akan kembali utuh, kuat dan dipercaya umat. 

 

Penulis : KH. M. Asep Usman R. Wakil Rais Syuriyah PCNU Kota Bandung.

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
Ibnu Rusyd Pemikir Muslim Independen

Redaksi

14 Nov 2025

Sebelum membicarakan pemikiran Ibnu Rusyd  atau Averoes di dunia Barat biasa disebut, terlebih dahulu mengetahui historiografi atau latar belakang Ibnu Rusyd dan aktivitas intelektualnya, berdasarkan sumber-sumber primer yang saya baca, ini cukup penting diketahui. Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad bin Muhammad bin Rusyd lahir di Cordoba pada tahun 520 H/1126 M, di …

Penguasa Kakistokrasi

Redaksi

31 Okt 2025

Majalah The Economist memuat kata tahunan pada tahun 2024 lalu, sangat menarik. Laporan itu memilih frasa “kakistokrasi” untuk menggambarkan kemenangan Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Kembalinya Trump ke Gedung Putih menurut laporan The Economist itu membawa pada konsekuensi penting, bukan saja bagi negara adikuasa itu sendiri, akan tetapi bagi negara tetangga dan …

Kiai Asep Cijawura dan Tawarannya (II)

Redaksi

28 Okt 2025

Absenya Etika dalam Politik Kita Dalam refleksinya Kiai Asep Cijawura merenungkan persoalan mendasar tentang masalah umat sekarang. Yaitu terjadinya krisis moral yang mengakibatkan problem pada kehidupan umat, dan berdampak melahirkan gap dalam segala multidimensi, terutama minat terhadap keilmuan dan kecakapan ekonomi yang mandiri jauh tertinggal. Sebagaimana ulama-ulama pembaharu dahulu Kiai Asep juga berpendapat, pangkalnya ada …

Kiai Asep Cijawura dan Tawarannya (I)

Redaksi

24 Okt 2025

Membincang tentang etika (akhlak), pembaharuan, dan kemandirian jadi percakapan rutin Kiai Asep Cijawura (begitu biasa saya menyebut) K.H.M. Asep Usman Rosadi (Pimpinan Pondok Pesantren Cijawura Kota Bandung). Tiga topik yang ditawarkan Kiai Asep tidak saja deskriptif, tetapi sekaligus perspektif sebagai falsafah hidup kesehariannya baik di lingkungan Pesantren maupun jamaahnya. Lanskap ide-ide tersebut juga sangat menarik …

Maulid Nabi : Meneguhkan Nilai Tauhid dan Meneladani Akhlak

Redaksi

04 Sep 2025

Sejak kelahirannya Nabi Muhammad saw adalah manusia paling suci yang mana beliau tidak memiliki sedikitpun keburukan, beliau adalah seorang yang maksum. Moral etik selalu melekat dalam kesehariannya dan menyempurnakan akhlak menjadi misi utama dalam kerasulannya setelah menegakkan ajaran monoteis (Tauhid). Dua misi ini menjadi prinsip dasar ajaran Islam pada masa awal, yaitu doktrin Tauhid dan …

Memahami Otoritas Syuriah di Jam’iyah NU

Redaksi

24 Mei 2025

Sejak dulu otoritas Syuriah sebagai penentu kebijakan perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan arah organisasi para ulama ini, bahkan lebih jauh arahannya ditunggu jamaah NU, dan bahkan pandangan terkait dengan dinamika politik Nasional isyaratnya sangat menentukan peta NU.   Otoritas Syuriah dalam wajah perkumpulan NU dipandang memiliki kekuatan khusus dari intelektual …

x
x