Home » Opini » Ibnu Rusyd Pemikir Muslim Independen

Ibnu Rusyd Pemikir Muslim Independen

Redaksi 14 Nov 2025 32

Sebelum membicarakan pemikiran Ibnu Rusyd  atau Averoes di dunia Barat biasa disebut, terlebih dahulu mengetahui historiografi atau latar belakang Ibnu Rusyd dan aktivitas intelektualnya, berdasarkan sumber-sumber primer yang saya baca, ini cukup penting diketahui.

Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad bin Muhammad bin Rusyd lahir di Cordoba pada tahun 520 H/1126 M, di sebuah rumah yang mewarisi ilmu fiqh secara turun-temurun, dan di sanalah ia menguasai berbagai disiplin ilmu pada masanya.

Ia menghafal kitab Muwatta dari ayahnya, dan juga belajar fiqh dari sarjana Muslim terkemuka Abu al-Qasim bin Bashkuwal, Abu Marwan bin Masarra, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja’far bin ‘Abd al-‘Aziz, dan Abu ‘Abd Allah al-Mazari.

Seorang filsuf Muslim terkemuka dan sejawat yang banyak mempengaruhi pemikiran Ibnu Rusyd adalah Ibnu Tufail (m.1185). Ibnu Tufail lalu mengenalkan Rusyd kepada Pangeran Abu Yaqub Yusuf pada tahun 548 H/1153 M, dan sang pangeran menugaskannya untuk menjelaskan doktrin Aristoteles. 

Ibnu Rusyd menjelaskan filsafat Aristoteles dengan teori yang ia ciptakan sendiri, dan ia merangkum tiga jenis penjelasan untuk menjelaskan karya-karya Aristoteles: yang kecil/al-Shaghir dinamakan al-Majmu’ (kumpulan), adapun yang sedang/al-Mutawassith dinamai al-Talkhish  (ringkasan), dan yang besar/ al-Kabir dinamakan al-Syarh (penjelasan).

Di samping pengetahuannya yang mendalam tentang yurisprudensi dan filsafat, Ibnu Rusyd juga seorang dokter. Pangeran Abu Yaqub mengangkatnya sebagai dokter pribadinya. Pada tahun 565 H/1169 M, ia menjabat sebagai hakim di Sevilla, dan tak lama kemudian di Cordoba. Ia hanya dicopot dari jabatan ini dengan pengangkatannya sebagai dokter pangeran. 

Ibnu Rusyd kemudian kembali lagi dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung di Cordoba, tempat kelahirannya, menggantikan ayah dan kakeknya sebelumnya. Namun, nasib buruk menimpanya, karena rasionalitas. Para fuqaha memusuhinya dan berkelana melintasi wilayah negara Almohad. Ketidakpuasan menimpa para filsuf, dan buku-buku mereka dibakar. Ia dilaporkan kepada Pangeran Abu Yusuf. Karena terjadi gejolak di masyarakat kemudian Ibnu Rusyd diasingkan ke Lucena (dekat Cordoba). Setelah situasi kondusif kemudian pangeran memanggil lagi, lalu Ibnu Rusyd diangkat kembali ke jabatannya dan wafat di ibu kota kerajaan pada bulan Safar 595 H/10 Desember 1189 M. Jenazahnya dipindahkan ke Marrakesh Cordoba.

Rasionalitas Berkelindan Dengan Al-Quran

Kata Ahmet T Kuru (2021) menyebut bahwa belakangan banyak para sarjana menilai Al-Ghazali (m.1111) bertanggung jawab terhadap kemandegan intelektual Muslim. Para sarjana yang menilai Al-Ghazali demikian menafsirkan Ibnu Rusyd sebagai lawan Al-Ghazali, terutama karena bantahan Rusyd terhadap kitab karya Al-Ghazali Tahafut Falasifah yang banyak mengkritik filsafat. Salah satu yang berpandangan begitu dan sekaligus ulama yang mengkampanyekan untuk menghidupkan kembali pemikiran Ibnu Rusyd adalah ulama terkemuka asal Maroko Abed al-Jabiri (m.2010) untuk merekonstruksi pikiran Muslim hari ini dengan pendekatan rasional dan kritis seperti yang pernah dilakukan Ibnu Rusyd dahulu.

Sebagaimana diutarakan tadi bahwa Ibnu Rusyd merupakan pemikir Muslim yang paling massif mempopulerkan filsafat Aristoteles selain memodifikasi filsafat Aristoteles dan pemikir kritis serta penafsir yang fasih pemikiran Aristoteles. Ibnu Rusyd menjembatani antara ilmu kalam dan filsafat. Sebagai Muslim Ibnu Rusyd istiqomah dengan keIslamannya, sehingga pemikirannya menghasilkan pemahaman sebagaimana Tuhan yang dipahami Islam, pencipta alam semesta adalah Allah, dan pengetahuan tuhan yang berbeda dengan doktrin pemikiran Aristoteles.

Dalam pandangan Ibnu Rusyd akal dan Al-Qur’an tidak ada pertentangan, keduanya berkelindan erat. Maka menggunakan nalar merupakan bagian nilai yang terkandung dalam Al-Quran. Salah satu kitabnya yang berjudul Fashlul Maqal Fima Baina al-Hikmah wa al-Syari’ah Min al-Ittishal, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa belajar filsafat secara hukum syara’ boleh dan bahkan dianjurkan bila mempelajari filsafat untuk memperkuat landasan syariat dan merenungkan Tuhan serta mempertegas  argumentasi eksistensi Allah sebagai Sang Pencipta.

Meski demikian pada titik liberal pemikiran Ibnu Rusyd pun menegaskan masih dalam karyanya tersebut, bahwa bila teks-teks suci itu bertentangan dengan akal maka bisa ditafsir ulang teks tersebut atau dalam bahasa lain lewat metodologi takwil. Bagi sejumlah ulama pemikiran tersebut tentu akan menimbulkan polemik dalam diskursus Islam. Karena hal itu terlalu dianggap mengedepankan nalar dari teks suci yang sudah mapan. Pemikiran berani dari Ibnu Rusyd tersebut mengajarkan keberanian yang kritis dan berpikir jauh lebih otonom, dan juga pikirannya itu dalam konteks lanskap sejarah bahwa kaum muslimin jauh lebih maju dari Barat pada masanya. 

Metodologi dialektika, kritik dan filsafat menjadi landasan utama yang selalu ditekankan dalam pemikiran Ibnu Rusyd. Maka tidak heran diskursus tentang pemikiranya menimbulkan polemik bagi otoritas agama, apalagi menyangkut tentang teologi atau ilmu kalam. 

Demikian pula dalam pemikiran fiqh posisi Ibnu Rusyd pada posisi independen, ia selalu mengambil pada pendapat yang diyakini kuat argumentasinya dan sepertinya lebih mengambil jarak dengan pendapat salah satu Mazhab. Karenanya dalam diskursus fiqh Ibnu Rusyd menggunakan metodologi “intiqa’i” yakni memaparkan pendapat dari berbagai Mazhab bersama dalil-dalil mereka dan metodologinya, kemudian membandingkan, serta memilih yang paling kuat diantara mereka, lalu memilih yang paling relevan untuk diterapkan seperti yang tergambar dalam karyanya berjudul Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid yang masyhur itu. 

Ibnu Rusyd dalam percakapan para sarjana modern dinisbatkan sebagai pemikir bebas bahkan peletak pemikiran otonom dalam diskursus ilmu pengetahun. Orang-orang Eropa sangat mengagumi dan meniru pemikiran ulama muslim ini, pemikiran Ibnu Rusyd sangat terasa pengaruhnya di Eropa. Sehingga seorang seniman masa Renaisans Italia pada abad ke-16 Michelangelo membayangkan patung Ibnu Rusyd bisa pajang di atas atap gereja Vatikan, karena pemikiran Ibnu Rusyd yang mencerahkan bangsa Eropa. 

Namun, pemikiran Ibnu Rusyd sejak ribuan tahun hingga sekarang di dunia Muslim tidak mendapatkan tempat yang baik dan cenderung mengabsenkannya. Sehingga para sarjana modern menganalisa mengapa umat Muslim kini terbelakang, salah satunya karena mengabaikan konsep-konsep Rusydian ini.[].

 

Penulis : WS Abdul Aziz  Pegiat Literasi dan Pemikiran di Komunitas LINGKUP.

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
Penguasa Kakistokrasi

Redaksi

31 Okt 2025

Majalah The Economist memuat kata tahunan pada tahun 2024 lalu, sangat menarik. Laporan itu memilih frasa “kakistokrasi” untuk menggambarkan kemenangan Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Kembalinya Trump ke Gedung Putih menurut laporan The Economist itu membawa pada konsekuensi penting, bukan saja bagi negara adikuasa itu sendiri, akan tetapi bagi negara tetangga dan …

Kiai Asep Cijawura dan Tawarannya (II)

Redaksi

28 Okt 2025

Absenya Etika dalam Politik Kita Dalam refleksinya Kiai Asep Cijawura merenungkan persoalan mendasar tentang masalah umat sekarang. Yaitu terjadinya krisis moral yang mengakibatkan problem pada kehidupan umat, dan berdampak melahirkan gap dalam segala multidimensi, terutama minat terhadap keilmuan dan kecakapan ekonomi yang mandiri jauh tertinggal. Sebagaimana ulama-ulama pembaharu dahulu Kiai Asep juga berpendapat, pangkalnya ada …

Kiai Asep Cijawura dan Tawarannya (I)

Redaksi

24 Okt 2025

Membincang tentang etika (akhlak), pembaharuan, dan kemandirian jadi percakapan rutin Kiai Asep Cijawura (begitu biasa saya menyebut) K.H.M. Asep Usman Rosadi (Pimpinan Pondok Pesantren Cijawura Kota Bandung). Tiga topik yang ditawarkan Kiai Asep tidak saja deskriptif, tetapi sekaligus perspektif sebagai falsafah hidup kesehariannya baik di lingkungan Pesantren maupun jamaahnya. Lanskap ide-ide tersebut juga sangat menarik …

Maulid Nabi : Meneguhkan Nilai Tauhid dan Meneladani Akhlak

Redaksi

04 Sep 2025

Sejak kelahirannya Nabi Muhammad saw adalah manusia paling suci yang mana beliau tidak memiliki sedikitpun keburukan, beliau adalah seorang yang maksum. Moral etik selalu melekat dalam kesehariannya dan menyempurnakan akhlak menjadi misi utama dalam kerasulannya setelah menegakkan ajaran monoteis (Tauhid). Dua misi ini menjadi prinsip dasar ajaran Islam pada masa awal, yaitu doktrin Tauhid dan …

Memahami Otoritas Syuriah di Jam’iyah NU

Redaksi

24 Mei 2025

Sejak dulu otoritas Syuriah sebagai penentu kebijakan perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan arah organisasi para ulama ini, bahkan lebih jauh arahannya ditunggu jamaah NU, dan bahkan pandangan terkait dengan dinamika politik Nasional isyaratnya sangat menentukan peta NU.   Otoritas Syuriah dalam wajah perkumpulan NU dipandang memiliki kekuatan khusus dari intelektual …

Haji Sarana Legitimasi Raja Jawa, Ngelmu dan Islamisasi di Indonesia

Redaksi

21 Mei 2025

Bulan Dzulhijjah merupakan penanda adanya bulan Haji, untuk itu kaum muslimin dari kalangan yang mampu (istatho’a), baik mampu secara fisik, syariat dan finansial, di bulan haji mereka antusias berbondong-bondong untuk menunaikan rukun Islam ke-5 tersebut, tak terkecuali umat Islam di Indonesia, hatta jauh-jauh hari mereka menabung uang untuk beribadah haji ke tanah suci Makkah Arab …

x
x